1 Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Sejarah
Menurut
Hasan (1996:92) pendidikan IPS bertujuan untuk mengembangakan
keterampilan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun
sebagai makhluk sosial dan budaya, maka tentu juga hal ini menjadi tujuan dalam
pembelajaran sejarah. Keterampilan berpilar kesejarahan juga menjadi tekanan
yang perlu dikembangkan bagi siswa dalam proses pembelajaran sejarah. Hal ini
mengantisipasi dan mengeliminir banyaknya temuan penelitian yang menggambarkan
kelemahan pendidikan IPS dan sejarah, diantaranya mengutamakan peran buku teks
dan fakta-fakta.
Menurut
Samuel Wineburg (2007) bahwa disiplin sejarah bermakna ganda, serupa namun
berbeda. Pengertian pertama: “… the disciplines of the university: those
bodies of knowledge that have accrued over generations, each with its own
distinctive means of investigation and form of argument.” Pengertian kedua yang
merupakan makna sejatinya bahwa disiplin sejarah merupakan … “the opposite of
disorderly, slovenly, whimsical, and capricious. In this sense of discipline,
history teaches us to resist first-draft thinking and the flimsy conclusions
that are its fruits.” Lebih lanjut tulis Sam Wineburg bila kita menelantarkan
pembelajaran sejarah maka: “… we are destined to be history’s victims
rather than its students.”
Pada
abad ke-21 ini, pendidikan sejarah perlu diperbarui untuk menyiapkan
generasi muda yang dapat mengantisispasi dan beradaptasi dengan masa depan,
karenannya tidak sesuuai lagi dengan menekankan hanya pada hafalan fakta,
tetapi lebih menekankan ada aktivitas siswa dengan keterampilan proses. Seperti
yang diungkapkan oleh Rose dan Nicholf (1997) bahwa tujuan utama belajar adalah
belajar bagaiamana belajar.
Perubahan
zaman yang disebabkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi membawa pengaruh
terhadap keberadaan mata pelajaran sejarah di sekolah. Selain dari pada itu
pelajaran sejarah dipertanyakan kerelevanannya untuk dipelajari terkait dengan
kemajuan teknologi yang menekankan pada hasil produksi, ekonomi, kebendaan.
Namun hal yang penting dalam hal mempelajari sejarah adalah mendorong perilaku
berpikir yang merupakan hal penting untuk sikap warganegara yang bertanggung
jawab, sebagaimana pimpinan bangsa atau tokoh masyarakat.
Pemakaian berbagai konsep dan generalisasi
dalam ilmu-ilmu sosial dalam mengkaji permasalahan sosial di masyarakat, juga
sesuai dengan bagaimana pelajaran sejarah mengkaji peristiwa sejarah.
Penggunaan berbagai disiplin ilmu, interdisipliner, mambawa kajian sejarah
lebih komperhensif dan utuh. Berbeda dengan sebelumnya “sejarah lama”
pendekatan yang digunakan dalam mengkaji sesuatu peristiwa sejarah yaitu mono
dimensional atau non interdisiplioner, maka dalam perkembangan sekarang,
digunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial, yang multidimensional atau
interdisipliner.
Terkait
dengan proses pembelajarannya, maka dua hal yang sama pentingnya adalah apa
yang akan diajarkan dan bagaimana diajarkan. Tetapi hampir semua guru tahu
bagaimana sejarah diajarkan tetapi sedikit yang tahu bagaimana sebaiknya
sejarah diajarkan. Selain itu untuk memberikan kesempatan siswa berpikir
kesejarahan, maka sejarah tidak hanya diberikan dengan situasi dari peristiwa
sejarah. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran sejarah memerlukan
keterampilan berpikir, analisis, interprestasi dalam merekonstrusi peristiwa
sejarah tidaklah terlepas dengan alat analitis, konsep-konsep, teori-teori yang
dipinjam dari disiplin ilmu sosial lainnya.
2 Landasan Filosofis dalam Pembelajaran Berpikir Kesejarahan
Didalam
proses pembelajaran terjadi interaksi yang berkesinambungan antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa dan guru atau siswa dengan lingkungan. Proses
interaksii yang terjadi menempatkan siswa terlibat aktif, mengembangakan
pengetahuan, potensi, keterampilan dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.
Didalam prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar. Didudukan siswa sebagai
subjek. Siswa dilibatakan secara aktiv dalam proses pembelajaran, dan bukan
terpusat pada guru. Selain lebih rinci prinsip pembelajaran yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1) Berpusat
pada siswa.
2) Belajar
dengan melakukan.
3) Mengembangkan
kemampuan sosial.
4) Mengembangkan
keinginan, imajinasi dan fitrah bertuhan.
5) Mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah.
6) Mengembangakan
kreativitas siswa.
7) Mengembangkan
kemampuan mennggunakan ilmu dan teknologi.
8) Menumbuhkan
kesadaran sebagai warga negara yang baik.
9) Belajar
sepanjang hayat.
10) Perpaduan
kompetisi, kerjasama dan solidaritas.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan
keadaan yang ada dilapangan saat ini karena sebagian besar kegiatan
pembelajaran sejarah memposisikan pelajar atau siswa sebagai objek. Mereka
hanya mendapat fakta sejarah dan hasil interprestasi guru terhadap fakta-fakta
trsebut yang disampaikan oleh pengajar atau guru. Siswa atau pelajar tidak
mendapat kesempatan untuk membangun dan memberikan interprestasinya terhadap
peristiwa masa lampau. Oleh karena itu dalam pembelajaran sejarah, yang
menginginkan adanya pengembangan keterampilan berpikir kesejarahan juga
pemahaman kesejarahan, maka diperlukan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada
pelajar atau siswa dalam melatih kemampuan kognitif, sfektif dan psikomotornya.
3 Pembelajaran Berfikir dan Berfikir Kesejarahan
a) Pengertian berfikir
Definisi yang paling umum dari
berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri
(ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini
berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi
yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian.
“Berpikir” mencakup banyak aktivitas mental. Kita berpikir saat memutuskan
barang apa yang akan kita beli di toko. Kita berpikir saat melamun sambil
menunggu kuliah pengantar psikologi dimulai. Kita berpikir saat mencoba
memecahkan ujian yang diberikan di kelas. Kita berpikir saat menulis artikel,
menulis makalah, menulis surat, membaca buku, membaca koran, merencanakan
liburan, atau mengkhawatirkan suatu persahabatan yang terganggu.
Menurut
Raths (1986:3) berpikr adalah salahsatu cara menemukan fakta-fakta untuk suatu
tujuan. Kemudian dengan belajar yang memiliki tujuan, seseorang menjadi matang
karena aktivitasnya diatur oleh tujuan tersebut. Singkatnya berfikir adalah
sebuah cara belajar.
b) Historical Thinking
Sejarah, jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal
sekolah dapat membuka kesempatanyang sangat luas baginya untuk
menganalisis dan
membangun apresiasi
terhadap seluruh bidang
kehidupan manusia secara seutuhnya dan
terutama dalam
hal interaksi di antara sesama manusia.
Untuk itu siswa dituntut untuk aktif bertanya dan belajar, serta bukan sekadar
mendengarkan dan
menyerap secara pasif segala
pengetahuan
seperti
fakta-fakta, nama-nama, dan tanggal-tanggal. Secara nyata, historical understanding
menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan membaca
cerita-cerita sejarah, bernarasi, dan berliteratur secara bermakna, berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para
pelaku sejarah
dalam komunitasnya,
menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang
bersejarah,
catatan-catatan sejarah di museum dan
situs kesejarahan, dan
membangun garis waktu serta narasi masing-masing sejarahnya. Secara esensial, aktifitas-aktifitas tersebut di
atas dikenal sebagai active learning.
c) Keterampilan berfikir
Keterampilan berpikr memilik tempat yang sangat
utama untuk menjalani kehidupan sebagai individu, anggota masyarakat dan
warganegara. Keterampilan berfikir menurut Gagne (1975:178) merupakan proses
untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam
upaya mengatasi situasi baru.
Ada empat keterampilan berfikir, yaitu
pemecahan masalah (problem solving), membuat keputusan (decision making),
berpikir kritis dan berfiki kreatif. Semuanya itu bermla dari keterampilan
berfikir tingkat tingi, yang meliputi aktifitas seperti analisa, sintesa dan
evaluation. Beberapa bentuk tahapan keterampilan berfikir yang berkaitan dengan
penggunaan informasi, yaitu classify, interpret, analyze, summarize,
synthesize, evaluaie information. Semua kemempuan itu sangat perlu diberikan
pada siswa agar memiliki kesempatan mengembangkan keterampilan berfikirnya.
Apalagi dalam pembelajaran sejarah, siswa dihadpakan dengan berbagai informasi.
Dalam kegiatan berfikir dapat dikatakan
bahwa dalam kegiatan tersebut terjadi kegiatan mental yang terus berkembang
atas suatu pengetahuan. Sehubungan dengan perkembangan keterampilan berfikir,
menurut Bybee dan Sund, 1982 bahwa ada faktor yang mempengaruhi perkembangan
mental 9intelektual0 seseorang, yaitu maturation(proses pemasukan atau
kematangan seseorang), physical experience (tindakan fisik yang dilakukan
individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya), social
experience (segala aktivitas dalam hubungannya dengan orang lain) dan
equilibrium (proses keseimbangan yang selalu ada dalam setiap orang, yaitu
proses penyesuaian antara pengetahuan yang suadah ada dengan pengetahuan baru
yang ditemukannya).
Seorang guru dalam proses
pembelajaran tidak hanya mampu menguasai materi atau ilmu yang akan diajarkan,
tetapi juga mampu dan terampil dalam mengkondisikan pembelajaran bagi siswanya.
Suatu hal yang perlu diketahui oleh guru sejak awal sebelum melaksanakan
pembelajaran adalah mengenal siapa dan bagaimana tingkat keterampilan berfikir
peserta didik yang akan belajar dalam kelasnya. Dalam teorinya Piaget dengan
nama Jean Piaget, teori ini menyatakan bahwa roses belajar-mengajar terjadi
apabila terjadi proses pengelolahan data yang aktif dipihak yang belajar.
d) Keterampilan
berpikir
kesejarahan
Keterampilan berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang
harus dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu lampau, masa kini, dan masa yang
akan
datang; melihat dan
mengevaluasi evidensi; membandingkan
dan menganalisis antara cerita sejarah, ilustrasi, dan catatan dari masa lalu;
menginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun suatu cerita sejarah berdasarkan pemahaman yang sesuai
dengan tingkat perkembangan berpikirnya.
Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis dan mengembangkan analisis
terhadap aktivitas manusia dan hubungannya
dengan sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka siswa harus
dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar
(active learning), tidak hanya
secara pasif menyerap informasi berupa fakta, nama, dan angka tahun sebagai
suatu kebenaran.
Terdapat 5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan
kemampuan keterampilan berpikir
kesejarahan yakni:
1)
Chronological Thinking (berpikir kronologis), yaitu membangun tahap awal dari pengertian
atas waktu
(masa lalu, sekarang dan masa datang),
untuk dapat mengidentifikasi urutan waktu atas setiap kejadian, mengukur
waktu kalender,
mengintertretasikan dan
menyusun
garis
waktu, serta
menjelaskan
konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya.
a. Pengertian
Diakronik
Secara
etimologi, diakronik berasal dari bahasa yunani yang berarti melintas
atau melewati khronus yang berarti perjalanan waktu. Diakronik yaitu
suatu peristiwa yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak begitu saja. Ilmu sejarah
memiliki
sifat memiliki sifat yang
diakronik,yaitu memanjang dalam waktu dan dalam ruangan terbatas.
Sejarah sebagai ilmu
tentu saja mempunyai metode sendiri, yang
harus digunakan oleh seorang sejarawan dalam menulis suatu peristiwa
sejarah. Dengan menggunakan metode tersebut seorang sejarawan akan mampu
merekonstruksi suatu peristiwa sejarah dengan objektif. Keobjektifan
dalam menulis sejarah adalah sesuatu yang mutlak.
Seperti yang diungkapkan sejarawan
Jerman yang bernama Leopold Von Ranke (1795-1886) bahwa seorang
sejarawan
harus menulis “apa yang sesungguhnya
terjadi”. Ilmu sejarah sendiri memiliki sifat yang diakronis yaitu
memanjang
dalam waktu dan dalam ruang yang terbatas. Ini sungguh berbeda dengan
ilmu- ilmu sosial yang lebih bersifat sinkronis yaitu dalam ruang yang
luas dan waktu yang terbatas.
Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa sejarah mengenal adanya suatu proses kontinuitas
atau berkelanjutan. Sehingga sejarah itu sendiri merupakan suatu rekonstruksi
peristiwa masa lalu yang bersifat kronologis. Seorang sejarawan harus mampu
melakukan rekonstruksi dan analisis peristiwa sejarah berdasar fakta yang
mereka gunakan secara sistematis dan kronologis. Dalam menjelaskan atau
merekonstruksi dan menjelaskan suatu peristiwa sejarah, seorang sejarawan dapat
menggunakan dua model penulisan.
b.
Cara berfikir
diakronik dalam mempelajari
sejarah
Sejarah itu diakronis maksudnya memanjang
dalam waktu, sedangkan ilmu-ilmu sosial itu
sinkronis maksudnya melebar dalam
ruang.
Sejarah mementingkan proses, sejarah
akan membicarakan
satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B.
Sejarah
berupaya melihat segala sesuatu
dari sudut rentang waktu.
Pendekatan diakronis adalah
salah satu yang menganalisis evolusi/perubahan sesuatu dari
waktu ke waktu, yang
memungkinkan
seseorang untuk menilai
bagaimana bahwa sesuatu
perubahanitu
terjadi sepanjang
masa. Sejarawan akan menggunakan
pendekatan
ini untuk menganalisis
dampak perubahan
variabel pada sesuatu, sehingga memungkinkan
sejarawan untuk mendalilkan
mengapa keadaan tertentu
lahir dari keadaan sebelumnya atau mengapa keadaan
tertentu berkembang atau berkelanjutan.
Contoh: Perkembangan
Sarekat Islam di Solo, 1911-1920.
a) Pengertian Sinkronik
Sinkronik yaitu berasal dari bahasa yunani SYN, yaitu yang
artinya
sebagai
ilmu yang meneliti gejala-gejala yang meluas dalam meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.
b) Cara
berfikir sinkronik dalam mempelajari
sejarah
Sedangkan ilmu sosial itu
sinkronik (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang. Pendekatan
sinkronis menganalisa sesuatu tertentu
pada
saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan
tentang perkembangan
peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi
hanya menganalisis suatu
kondisi seperti
itu.
Contoh: satu mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan
keadaan ekonomi di
Indonesia pada suatu waktu
tertentu, menganalisis struktur dan
fungsi ekonomi
hanya pada keadaan tertentu dan pada di
saat
itu.Penelitian arsip memungkinkan
orang
untuk meneliti waktu yang panjang.
Istilah
memanjang
dalam
waktu itu meliputi juga gejala sejarah
yang ada didalam
waktu yang panjang itu.
Ada
juga yang menyebutkan
ilmu sinkronis, yaitu
ilmu yang meneliti gejala - gejala yang meluas
dalam ruang tetapi dalam waktu
yang terbatas Sedangkan contoh penulisan
sejarah dengan topik - topik dari ilmu sosial yang disusun dengan cara sinkronis lainnya misalnya adalah:
Qodiriyah di
pesantren - pesantren
Jawa´,
Kota - kota metropolitan
: Jakarta , Surabaya dan Medan´; (metode survey dan
interview hanya
memungkinkan topik yang kontemporer dengan
jangka waktu
yang
pendek, tetapi bisa jadi
ruangnya yang
sangat luas. Kedua ilmu ini saling berhubungan
( ilmu
sejarah dan ilmu-ilmu sosial ). Kita ingin mencatat bahwa ada persilangan antara sejarah yang diakronis dan
ilmu
sosial lain yang
sinkronis Artinya ada kalanya sejarah
menggunakan ilmu sosial, dan
sebaliknya, ilmu sosial menggunakan sejarah Ilmu diakronis bercampur dengan sinkronis.
Contoh: Peranan militer dalam politik,1945-1999 ( yang
ditulis seorang ahli
ilmu
politik ) dan Elit Agama dan Politik 1945- 2003 (yang
ditulis ahli
sosiologi )
Mendeskripsikan
konsep ruang
dan waktu Konsep Ruang.
Ruang adalah konsep
yang
paling melekat dengan
waktu.
1)
Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai
peristiwa - peristiwa sejarah dalam
perjalanan waktu.
2)
Penelaahan
suatu peristiwa berdasarkan dimensi
waktunya tidak dapat terlepaskan dari
ruang
waktu terjadinya peristiwa tersebut.
3)
Jika waktu
menitik beratkan pada aspek kapan
peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan
pada aspek tempat, dimana peristiwa itu terjadi.
Konsep waktu
1)
Masa
lampau itu sendiri
merupakan sebuah masa yang
sudah terlewati. Tetapi, masa lampau bukan merupakan
suatu masa yang
final, terhenti, dan tertutup.
2)
Masa
lampau itu bersifat terbuka dan
berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa
lampau manusia bukan demi masa lampau
itu sendiri dan dilupakan begitu saja, sebab sejarah itu berkesinambungan
apa
yang terjadi dimasa lampau
dapat dijadikan gambaran bagi kita
untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai kehidupan
yang
lebih baik di masa mendatang.
3)
Sejarah dapat digunakan sebagai modal
bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa yang akan
datang Keterkaitan konsep
ruang dan
waktu dalam sejarah.
Konsep
ruang
dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu
peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan
manusia sebagai subyek atau
pelaku sejarah, Segala aktivitas manusia pasti
berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu
kejadian dan Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan
dari
unsur tempat dan waktu karena perjalanan manusia sama dengan
perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat dimana manusia hidup
( beraktivitas ).
a.
Historical Comprehension, mencakup kemampuan untuk mendengar dan membaca cerita
dan
narasi sejarah dengan penuh pengertian,
untuk mengidentifikasi elemen dasar dari suatu narasi atau struktur
kisah, dan untuk mengembangkan
kemampuan menggambarkan masa lalu
berdasarkan pengalaman pelaku
sejarah, literatur sejarah, seni, artefak,
dan catatan-catatan
sejarah dari masanya.
b.
Historical Analysis and Interpretation, mencakup kemampuan untuk membandingkan
dan
membedakan pengalaman-pengalaman, kepercayaan, motivasi,
tradisi, harapan-harapan, dan
ketakutan- ketakutan dari masyarakat yang berbeda-beda secara kelompok
maupun berdasarkan latarbelakangnya, pada kurun
waktu yang
bervariasi.
c.
Historical Research
Capabilities,
mencakup kemampuanuntuk memformulasikan
pertanyaan-pertanyaan sejarah
berdasarkan
dokumen-dokumen bersejarah, foto-foto, artefak, kunjungan ke situs bersejarah,
dan dari kesaksian
pelaku sejarah.
d.
Historical issues-analysis
and Decision Making, mencakup
kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang dikonfrontasikan masyarakat
terhadap suatu literatur sejarah, komunitas lokal, negara bagian; untuk menganalisis kepentingan dan
motivasi yang
bervariasi
dari suatu masyarakat yang terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi alternatif pemecahan masalah guna
membangun keputusan dalam
rangka menindaklanjutinya.
Kelima bentuk keterampilan berpikir
kesejarahan tersebut menjadikan pembelajaran sejarah
lebih bermakna daripada sekedar sebuah
hafalan
rangkaian fakta.
Kunci untuk dapat merealisasikan
pembelajaran sejarah seperti dimaksud di
atas terletak pada
pendidik selaku
“life-curriculum”
.
Perubahan
paradigma
pembelajaran yang berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensi merupakan
suatu keniscayaan.
Penguasaan berbagai pendekatan
dan metode pembelajaran dari
para
pendidiknya sangat diperlukan
untuk memfasilitasi
terjadinya pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Melalui
pembelajaran yang bermakna tersebut maka diharapkan para peserta didik dapat berkembang
menjadi individu yang dapat berperan penting
sebagai individu, sebagai warga masyarakat,
dan sebagai warga dunia.Sumber:
Ma’mur, Tarunasena. Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sejarah Melalui Historical Thinking.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196808281998021-TARUNASENA/artikel/Makalah_Historical_Thinking_(untuk_70_thn_Prof_Helius).pdf.
Pratama,
Raistawar.2012. Menelusuri Arsip
Perdagangan di Hindia Timur. http://sejarah.kompasiana.com/2012/12/28/menelusuri-arsip-perdagangan-di-hindia-timur-519442.html.
[13 Oktober 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar