LATAR
BELAKANG MASALAH
Istilah
feodalisme pada awalnya muncul di daratan Eropa, tepatnya di Perancis. Istilah
feodalisme ini muncul pertama kali pada abad pertengahan. Walaupun istilah
feodalisme ini baru muncul pada abad pertengahan, namun praktek-praktek
fiodalisme ini sudah muncul jauh sebelumnya. Praktek-praktek feodalisme ini
tidak hanya muncul di daratan Eropa, namun juga muncul di daratan-daratan lain
di luar daratan Eropa.
Dengan
demikian pada makalah ini, penulis akan memaparkan tentang feodalisme di Eropa,
perkembangannya dan perkembangan feodalisme di luar daratan Eropa.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Beberapa pokok permasalahan yang dibahas dalam makalah ini antara
lain:
1.
Apa yang di maksud dengan feodalisme?
2.
Kapan muncul kata feodalisme di Eropa?
3.
Apa hubungan antara feodalisme dan
kapitalisme?
4.
Apakah perkembangan feodalisme juga terjada
di luar daratan Eropa, dan bila juga berkembang di luar Eropa, bagaimana
perkembangannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN, AWAL KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN FEODALISME
DI EROPA
Istilah feodalisme berasal dari bahasa Frankis
(Perancis kuno) yang berbunyi fehu-ôd, feod, feud, dan yang berarti
pinjaman, terutamalah tanah yang dipinjamkan, dan itupun untuk suatu maksud
politik. Lawan kata itu adalah all- ôd atau milik sendiri Dalam
peristilahan hukum adat feodum menyerupai tanah gumantung, gaduh
atau paratantra, sedangkan allod menyerupai tanah yasan, yosobondo
atau svatantra.[1]
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad
ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an,
para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek
kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat
feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin
berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap
tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa
kualifikasi yang jelas.
Pada abad petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan runtuhnya Romawi
dan berakhir pada masa renaisanse abad ke-14, sekitar abad ke-3, Romawi pecah
menjadi dua wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut
merupakan permulaan munculnya perekonomian yang biasanya kita sebut sistem
feodalisme. [2]
Beberapa
faktor yang memunculkan perekonomian tersebut antara lain : hancurnya
organisasi politik secara besar-besaran, pertempuran di Eropa yang menyebabkan
jatuhnya Romawi, hukum dan tata tertib hilang digantikan dengan peraturan
Negara-negara kecil.
Keharusan
untuk mencukupi semua kebutuhan hidup menyebabkan timbulnya suatu organisasi
yang baru, yaitu pertanian bangsawan atau manorial estate, selanjutnya disebut
manor. Bagaimanakah bentuk manor ini? Manor meliputi sebidang tanah yang luas
milik seorang bangsawan atau gereja. Manor merupakan suatu kesatuan sosial dan
politik, dimana pemilik manor bukan hanya menjadi tuan tanah, tapi juga sebagai
penguasa, pelindung, hakim dan kepala kepolisian. Walaupun bangsawa ini
termasuk dalam suatu hirarki yang besar, dimana dia menjadi hamba dari
bangsawan yang lebih tinggi, tapi dalam batas-batas manornya dia merupakan tuan
tanah. Dia adalah pemillik dan penguasa yang tak diragukan lagi oleh
orang-orang dan budak-budak yang hidup di manornya. Orang yang hidup diatas
tanahnya dianggap oleh tuan tanah sebagai miliknya sebgaimana halnya rumah,
tanah dan tanaman. Disekililing rumah bangsawan terdapat lading rakyat yang
telah dibagi-bagikan luasnya (satu) 1 atau (satu setengah) 1 ½ setengah hektar.
½ atau lebih dari hasil lading ini menjadi milik tuan tanah, sedangkan sisanya
untuk orang yang menggarapnya yang terdiri dari orang merdeka dan budak belian.
Disini terjadi ketimpangan antara budak belian dan tuan tanah. [3]
Dalam abad-abad
itu makin lama makin banyak pemilik tanah yang bebas (yang ber-allod) dengan
sukarela menyerahkan miliknya agar menjadi feod, milik orang lain, dengan
mempertahankan hak pakai dan hak-guna-usaha atas tanahnya dahulu, dan dengan
menerima hak-hak pelindungan. penjumlahan undang-undang tidak sanggup
menghalang-halangi timbulnya kemerosotan. Ada tuan-tuan tanah yang
menyalahgunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, dengan menindas rakyat,
ada pula yang memberontak terhadap pemerintah pusat dan menyatakan diri pemlik
mutlak atas tanah yang dipinjamkan kepadanya. Tetapi tidak kurang pula
penduduk-penduduk tanah pinjaman yang mengambil-alih tanah yang dipakanya
menjadi tanah milik seorang. Huru-hara itu merupakan batu loncatan bagi
penghapusan ke-feodal-an.
Pada tahun 1660
pemerintah Inggris membatalkan segala hak feodal. Tahun 1717 Negara Brandenburg
mulai menjalankan allodifikasi (peralihan hak) dari tanah-tanah pinjaman.
Pruisen menirunya tahun 1750. Montesquieu, seorang filsuf Prancis, dalam
bukunya yang terkenal L’Esprit des Lois (th. 1748) untuk pertama kalinya
menganjurkan istilah feodalisme untuk segala apa yang bersangkut paut dengan
pemerintahan atas dasar pinjaman tanah. Ditambahkan olehnya bahwa feodalisme
Frankis-Jerman adalah suatu peristiwa dalam sejarah yang hanya satu kali
terjadi dan agaknya tidak pernah akan muncul kembali. Dalam revolusi Perancis
segala hak feodal dibatalkan dalam putusan 4 Agustus 1789 dan 17 Juli 1793,
Nederland meniru pembatalan itu dalam 1800. Jerman, baru pada tahun 1850,
sebagai akibat pemberontakan 1848, mencabut susunan feodal. Austria menjalankan
pencabutan itu dalam 1862, ialah belum berselang satu abad dari saat ini.[4]
Sistem feodalisme
ini kemudian digeser oleh sistem kapitalisme yang dimulai di Italia, dimana
hubungan antara kelas tuan tanah dan pekerja sangat jelas. Mobilitas sosial
sangat tinggi, dan manusia tidak dinilai berdasarkan keturunan, namun dinilai
dari kemampuan keterampilan dan kerjanya. Inilah yang menjadi dasar perbedaan
antara feodalisme dan kapitalisme.
B.
FEODALISME DI LUAR DARATAN EROPA
Istilah feodalisme memang muncul pertama kali pada abad
pertengahan di Perancis, namun praktek-praktek feodalisme ini telah berkembang
jauh sebelum abad pertengahan, bahkan sudah sejak abad sebelum masehi. Contohnya,
Dinasti Chou adalah dinasti ketiga di Cina dan pada masa ini diterapkan
prinsip feodalisme dengan pembagian kekuasaan
pemerintahan. Pemerintah pusat yang dipimpin kaisar dibagi menjadi
daerah-daerah pemerintahan yang dipimpin oleh raja bawahan kemudian raja
bawahan ini memberikan sebidang tanah kepada pejabat-pejabat pemerintah dan
para bangsawan untuk mereka kelola. di penghujung tahun dinasti Chou yang
didirikan sekitar 1100 SM. Berabad
sebelum masanya, dinasti Chou sudah kehilangan keampuhannya selaku penguasa,
dan Cina terpecah belah menjadi banyak sekali negara-negara feodal.[5] Namun sistem feodal ini
kemudian dihancurkan oleh Shih Huang Ti yang memproklamirkan diri selaku Wang
(raja) seluruh Cina karena dia menganggap sistem tersebut telah memecah-belah
Cina menjadi Negara-negara kecil, dengan menghancurkan sistem tersebut, dia
bertekat menyatukan kembali seluruh Cina. Walaupun sistem feodal ini
dihancurkan, namun kerajaan bawahan dari Cina yang tidak bersatu dengan dinasti
Ch’in yang di bangun oleh Shi Huang Ti tetap menggunakan sistem feodal seperti
kerajaan-kerajaan di Korea, yang mana raja memberikan tanah kepada kepada para
pejabat pemerintah dan para bangsawan untuk mereka kelola, sebagai bawahan dari
raja. Seperti di kerajaan Silla.
Selain itu, feodalisme juga berkembang di
Indonesia. Feodalisme terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan Hindu di
Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Hinduisme telah dominan di Nusantara ini
sebelum datangnya Islam dan kolonialisme,[6] Karena memang kerajaan
Hindulah yang tertua berkuasa di Nusantara ini.Sistem yang melekat dalam
kerajaan Hindu adalah sistem feodalisme. Pengelompokan manusia sesuai dengan
derajatnya tersebut.Feodalisme yang terjadi pada zaman kerajaan Hindu adalah
pembagian kasta,dan menguasai Nusantara sekitar 10 abad lamanya. Feodalisme juga berkembang pada masa
Islam yaitu dalam model adat wakaf.
Feodalisme juga berkembang pada masa kolonial Belanda,
walaupun Belanda mengembangkan sistem kapitalisme perkebunan di Indonesia yaitu
dengan model “Tanam Paksa”, namun dalam pelaksanaannya tidak lepas dari tatanan
yang feodal, dengan menggunakan bantuan orang-orang lokal.
Pada masa kini, di Indonesia selanjutnya muncul
kebudayaan neo-feodalisme. Neo-feodalisme adalah feodalisme modern. Seperti
yang kita ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem
kasta,dalam neo-feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah bentuk
menjadi penguasa dan kaum elite. Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan
berkembang dalam sistem pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa
dipisahkan dari kehidupan Negara kita.
Feodalisme berasal dari kata feodum yang artinya
tanah.Dalam tahapan masyarakat feodal ini terjadi penguasaan alat produksi oleh
kaum pemilik tanah, raja dan para kerabatnya. Ada antagonisme antara rakyat tak
bertanah dengan para pemilik tanah dan kalangan kerajaan. Kerajaan, merupakan
alat kalangan feodal untuk mempertahankan kekuasaan atas rakyat, tanah,
kebenaran moral, etika agama, serta seluruh tata nilainya.
Pada perkembangan masyarakat feodal di Eropa, dimana tanah dikuasai
oleh baron-baron (tuan2 tanah) dan tersentral.
Para feodal atau
Baron (pemilik tanah dan kalangan kerabat kerajaan) yang memiliki tanah yang
luas mempekerjakan orang yang tidak bertanah dengan jalan diberi hak mengambil
dari hasil pengolahan tanah yang merupakan sisa upeti yang harus dibayar kepada
para baron. Tanah dan hasilnya dikelola dengan alat-alat pertanian yang kadang
disewakan oleh para baron (seperti bajak dan kincir angin). Pengelolaan
tersebut diarahkan untuk kepentingan menghasilkan produk pertanian yang akan
dijual ke tempat-tempat lain oleh pedagang-pedagang yang dipekerjakan oleh para
baron. Di atas tanah kekuasaannya, para baron adalah satu-satunya orang yang
berhak mengadakan pengadilan, memutuskan perkawinan, memiliki senjata dan
tentara, dan hak-hak lainnya yang sekarang merupakan fungsi negara. Para baron
sebenarnya otonom terhadap raja, dan seringkali mereka berkonspirasi
menggulingkan raja.
Kondisi pada masa feodalisme di Indonesia bisa diambil
contoh pada masa kerajaan-kerajaan kuno macam Mataram kuno, kediri, singasari,
majapahit. Dimana tanah adalah milik Dewa/Tuhan, dan Raja dimaknai sebagai
titisan dari dewa yang berhak atas penguasaan dan pemilikan tanah tersebut dan
mempunyai wewenang untuk membagi-bagikan berupa petak-petak kepada sikep-sikep,
dan digilir pada kerik-kerik (calon sikep-sikep), bujang-bujang dan
numpang-numpang (istilahnya beragam di beberapa tempat) dan ada juga tanah
perdikan yang diberikan sebagai hadiah kepada orang yang berjasa bagi kerajaan
dan dibebaskan dari segala bentuk pajak maupun upeti.
Sedangkan bagi
rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti orng-orang diatas mereka harus
bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian hasil yang didapat sebagai upeti
dan disetor kepada sikep-sikep dll untuk kemudian disetorkan kepada raja, Selain
upeti, rakyat juga dikenakan penghisapan tambahan berupa kerja bagi
negara-kerajaan dan bagi administratornya.
Pada tahap masyarakat feodal di Indonesia, sebenarnya
sudah muncul perlawanan dari kalangan rakyat tak bertanah dan petani. Kita bisa
melihat adanya pemberontakan di masa pemerintahan Amangkurat I, pemberontakan
Karaeng Galengsong, pemberontakan Untung Suropati, dan lain-lain.
Hanya saja,
pemberontakan mereka terkalahkan. Tapi kemunculan gerakan-gerakan perlawanan
pada setiap jaman harus dipandang sebagai lompatan kualitatif dari
tenaga-tenaga produktif yang terus berkembang maju (progresif) berhadapan
dengan hubungan-hubungan sosial yang dimapankan (konservatif). Walaupun
kepemimpinan masih banyak dipegang oleh bangsawan yang merasa terancam karena
perebutan aset yang dilakukan oleh rajanya.
Embrio kapitalisme mulai bersentuhan dengan masyarakat di Nusantara
di awal abad ke-15, melalui merkantilisme Eropa.
Masuknya Kapitalisme
Melalui Kolonialisme dan Imperialisme
Di negara-negara yang menganut paham merkantilisme
terjadi perubahan besar terutama setelah Perkembangan teknologi perkapalan di
Eropa Selatan semakin memberi basis bagi embrio kolonialisme/imperialisme dan
kapitalisme, dimana mereka mencoba untuk mencari daerah baru yang kemudian
diklaim sebagai daerah jajahannya dengan semboyan Gold, Gospel, dan Glory,
mereka membenarkan tujuannya dengan alasan penyebaran agama dan dalam bentuk
kapitalisme dagang (merkantilisme) dan sejak itu feodalisme di masyarakat
pra-Indonesia mempunyai lawan yang sekali tempo bisa diajak bersama memusuhi
dan melumpuhkan rakyat.
Kolonialisme dan imperialisame merebak di mana-mana,
termasuk di tanah Nusantara, Tahun 1469 adalah tahun kedatangan ekspedisi
mencari daerah baru yang dipimpin raja muda portugis Vasco da Gama. Tujuannya
mencari rempah-rempah yang akan dijual kembali di Eropa. Kemudian menyusul
penjelajah Spanyol masuk ke Nusantara di tahun 1512. Penjelajah Belanda baru
datang ke Nusantara tahun 1596, dengan mendaratnya Cornelis de Houtman di Banten.
Kolonialisme yang masuk pertama di Indonesia merupakan
sisa-sisa kapitalisme perdagangan (merkantilisme). Para kapitalis-merkantilis
Belanda masuk pertama kali ke Indonesia melalui pedagang-pedagang rempah-rempah
bersenjata, yang kemudian diorganisasikan dalam bentuk persekutuan dagang VOC
tahun 1602, demikian juga dengan Portugis, dan Spanyol. Para pedagang
bersenjata ini, melakukan perdagangan dengan para feodal, yang seringkali
sambil melakukan ancaman, kekerasan dan perang
Kekuasaan kolonial Belanda ini terinterupsi 4 tahun
dengan berkuasanya kolonialisme Inggris sampai tahun 1813. Kolonialisme Inggris
masa Raffles, adalah tonggak penting hilangnya konsep pemilikan tanah oleh
kerajaan. Sebab dalam konsep Inggris, tanah bukan milik Tuhan yang diwakilkan
pada raja, tapi milik negara. Karenanya pemilik dan penggarap tanah harus
membayar landrente (pajak tanah) --pajak ini mengharuskan sistem monetar dalam
masyarakat yang masih terkebelakang sistem moneternya, sehingga memberi
kesempatan tumbuhnya rentenir dan ijon.
Di sisi yang lain, kalangan kolonialis-kapitalis juga
memanfaatkan kalangan feodal untuk menjaga kekuasaannya. Hubungan antara para
kolonialis-kapitalis dengan para feodal adalah hubungan yang saling
memanfaatkan dan saling menguntungkan, sedangkan rakyatlah yang menjadi objek
penindasan dan penghisapan dari kedua belah pihak Kapitalisme yang lahir di
Indonesia bukan ditandai dengan dihancurkannya tatanan ekonomi-politik
feodalisme, melainkan justru ada usaha revitalisasi dan produksi ulang tatanan
ekonomi-sosial-politik-ideologi-budaya feodal untuk memperkuat kekuasaan
kolonialisme.
Karena adanya revolusi industri terjadi kelebihan
produksi yang membutuhkan perluasan pasar; membutuhkan sumber bahan mentah dari
negeri asalnya; membutuhkan tenaga kerja yang murah -- mulai melakukan
kolonialisasi ke negara-negara yang belum maju. terlebih seusai berhasil
menjatuhkan monarki absolut.
Tapi pertumbuhan ini dimulai dalam bentuk paling
primitif dan sederhana. Hal ini sangat berbeda dengan lahirnya kapitalisme di
negara-negara Eropa dan Amerika. Di kedua benua tersebut, kapitalisme lahir
sebagai wujud dari dihancurkannya tatanan
ekonomi-sosial-politik-ideologi-budaya feodal. Contoh kasus yang paling jelas
adalah adanya revolusi industri di Inggris yang mendahului terjadinya revolusi
borjuasi di Perancis
Tumbuhnya Kapitalisme di Indonesia
Pada masa Van den bosch tahun 1830, pemerintah Belanda
membangun sebuah sistem ekonomi-politik yang menjadi dasar pola kapitalisme
negara di Indonesia. Sistem ini bernama tanam paksa. Ini diberlakukan karena
VOC mengalami kebangkrutan.Tanam Paksa merupakan tonggak peralihan dari sistem
ekonomi perdagangan (merkantilis) ke sistem ekonomi produksi. Ciri-ciri tanam
paksa ini berupa:
1. Kaum tani diwajibkan menanam
tanaman yang laku dipasaran Eropa, yaitu tebu, kopi, teh, nila, kapas, rosela
dan tembakau; kaum tani wajib menyerahkan hasilnya kepada pemerintah kolonial
dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda;
2. Perubahan (baca: penghancuran) sistim pengairan sawah
dan palawija;
3. Mobilisasi kuda, kerbau dan sapi untuk pembajakan dan
pengang kutan;
4. Optimalisasi pelabuhan, termasuk pelabuhan alam;
5. Pendirian pabrik-pabrik di lingkungan pedesaan,
pabrik gula dan karung goni;
6. Kerja paksa atau rodi atau corvee labour untuk
pemerintah;
7. Pembebanan berbagai macam pajak.
Sistem ini juga merupakan titik awal berkembangnya kapitalisme
perkebunan di Indonesia.
Pada pertengahan abad 19 terjadi perubahan di negeri
Belanda, yaitu menguatnya kaum kapital dagang swasta --seusai
mentransformasikan monarki absolut menjadi monarki parlementer dalam sistim
kapitalisme-- terjadi pula perubahan di Nusantara/ Hindia Belanda. Perubahan
kapitalisme ini pun menuntut perubahan dalam metode penghisapan dan sistem
politiknya: dari campur tangan negara, terutama untuk monopoli produksi,
perdagangan dan keuangan.
Politik dagang
kolonial yang monopolistik ke politik kapital dagang industri yang bersifat
persaingan bebas, sebagai akibat tuntutan swastanisasi oleh kelas borjuis yang
baru berkembang. Maka pada tahun 1870 tanam paksa di hentikan. Namun borjuasi
yang masuk ke jajahan (di Indonesia) menghadapi problem secara fundamental
yaitu problem tenaga produktif yang sangat lemah. tenaga kerjanya buta huruf,
misalnya. Oleh karena itu untuk mengefisienkan bagi akumulasi kapital,
pemerintah belanda menerapkan politik etis. Dengan politik etis pemerintah
hindia belanda berharap agar tenaga-tenaga kerja bersentuhan dengan ilmu
pengetahuan (meski tidak sepenuhnya) tekhnologi untuk menunjang produktivitas
dan untuk perluasan lahan bagi kepentingan akumulasi modal. Mulai munculah
sekolah-sekolah walaupun diskriminatif dalam penerimaaan siswanya.
Penerapan politik Etis ternyata menjadi bumerang bagi
Belanda sendiri. Politik etis menumbuhkan kesadaran baru bagi rakyat-rakyat
dengan tersosialisanya ilmu pengetahuan akhirnya mampu memahami kondisinya yang
tertindas. Gerakan-gerakan modern untuk melawan penindasan mulai dikenal:
mulailah dikenal organisasi terutama setelah partai-partai revolusioner di
Belanda berkomitmen (merasa berkewajiban) membebaskan tanah jajahan. Seiring
dengan ini mulailah dikenal mengenai sosialisme, kapitalisme, komunisme, dsb.
yang selanjutnya sebagaimana yang kita ketahui dengan baik, rakyat mulai
membangun perlawanan (berontak). .
Usaha perjuangan pembebasan rakyat secara nasional ini,
menunjukkan betapa takutnya pemerintah Belanda terhadap aksi-aksi massa yang
radikal dan progersif. Sekitar 13.000 pejuang dibuang ke Boven Digul oleh
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Salah satu sebabnya adalah ketidak-mampuan
kaum radikal dalam mengkonsolidasikan secara baik dan menyeluruh
kekuatan-kekuatan potensial rakyat, yaitu kaum buruh, kaum tani dan kaum
tertindas lainnya.
Sehingga kekuatan kaum radikal sendiri tidak cukup kuat
untuk menghadapi aparat militer Pemerintah Kolonial. Satu pelajaran yang harus
kita ambil adalah bahwa perjuangan bersenjata adalah kebutuhan nyata massa dan
merupakan kulminasi dari situasi revolusioner perlawanan rakyat terhadap watak
negara kolonial, dengan aparat kemiliterannya, yang selama ini melakukan
penghisapan/penindasan terhadap segala bentuk perlawanan rakyat. Dengan
demikian, kekalahan perlawanan 1926/1927, adalah kekalahan gerakan pada
umumnya.
Sejarah perjuangan ternyata bergerak maju. Kekalahan
gerakan pembebasan nasional tidak serta merta menyurutkan perjuangan. Posisi
PKI di ambil alih oleh PNI yang berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 dibawah
pimpinan Ir. Sukarno. PNI berwatak kerakyatan dan partai massa. Sisa-sisa kaum
progresif yang masih hidup lalu bergabung dengan PNI, sebagai alat perlawanan
kolonialisme.Dukungan yang luas atas PNI membuat penguasa harus mengirim para
aktivis PNI ke penjara, termasuk Sukarno.
Akhirnya, pada tahun 1929 pimpinan PNI mengambil keputusan
untuk membubarkan diri. Tapi aktivitas revolusioner yang dilakukan oleh kaum
radikal tetap dilanjutkan dengan gerakan bawah tanah. Di bawah kondisi yang
represif, terbitan dan pertemuan gelap lainnya terus dijalankan.
Ketika fasisme mulai merambah Eropa dan Asia,
konsistensi perjuangan pembebasan tetap terjaga terus menerus. Sementara itu di
Eropa, tahun 1939 Perang Dunia II meletus ketika Jerman dibawah Hitler menyerbu
Polandia. Jepang lalu menyerbu Hindia Belanda dan mengusir kekuasaan Belanda digantikan
dengan pemerintahan administrasi militer. Kerja paksa (romusha) diberlakukan
untuk membangun infrastruktur perang seperti pelabuhan, jalan raya dan lapangan
udara tanpa di upah. Serikat buruh dan partai politik dilarang. Yang
diperbolehkan berdiri hanya organisasi boneka buatan pemerintah militer Jepang
seperti Peta, Keibodan dll. Sebab-sebab dari timbulnya PD II adalah persaingan
diantara negara-negara imperialis untuk memperebutkan pasar dan sumber bahan
baku. Siapapun yang menang maka kemenangannya adalah tetap atas nama
imperialisme. Jadi dapat disimpulkan bahwa Perang Dunia Kedua Adalah Perang
Kaum Imperialis
Orde Baru dan Kapitalis Bersenjata
Konsolidasi kapitalisme di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari scenario lembaga-lembaga sistem kapitalisme dunia seperti IMF
dan World Bank. Kapitalisme dengan syarat-syarat kekuatan produktif yang rapuh
dibidang teknologi serta kurangnya dana segar untuk modernisasi menjadikan
penguasa Orba harus bergantung sepenuh-penuhnya pada kekuatan modal Internasional
Jepang, Amerika, Inggris, Jerman, Taiwan, Hongkong, dll. Pengabdian Orba pada
modal semakin membuktikan bahwa pada prinsipnya negara Orba dibawah kekuasaan
yang dipimpin oleh Jendral Soeharto adalah ALAT KEPENTINGAN-KEPENTINGAN MODAL.
Pada tahapan awal konsolidasi kekuasaannya, Soeharto
berhasil memanfaatkan pinjaman hutang luar negeri dan penanaman modal asing.
Soeharto melahirkan orang kaya baru (OKB) dan tumbuhnya Kapitalis. Soeharto
juga memberikan lisensi penuh kepada sekutu dan kerabatnya untuk monopoli
Export-import, penguasaan HPH dan perkebunan-perkebunan kepada yayasan-yayasan
Angkatan Darat. Sehingga seluruh aset ekonomi kekayaan negara dikuasai oleh
kroni-kroni Soeharto. Dan Rezim Orba ini juga menggunakan kekuatan militernya
untuk merefresif, membungkam dan meredam kekritisan dan protes dari rakyat.
Senjatanya yaitu Dwi Fungsi ABRI dengan manifestasinya yaitu kodam, kodim,
korem, koramil, babinsa/binmas.
Pada masa kekuasaan Rezim Orba ada beberapa perlawanan
rakyat, tetapi organisasi perlawanannya lemah sehingga dapat dipukul dengan
mudah seperti kasus Aceh, Tanjung Priuk, Lampung,dll. Di Gerakan Mahasiswanya
sendiri Rezom Orba mengeluarkan kebijakan NKK/BKK yang jelas-jelas sangat
meredam kekritisan mahasiswa, dan membuat mahasiswa jadi sulit untuk merespon
kondisi masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1997 terjadi krisis yang melanda dunia.
Krisis ini diakibatkan oleh over produksi yang menyebabkan pengembalian modal
mengalami kesulitan. Dampak dari krisis Global ini sangat berpengaruh sekali
pada negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia. Ditambah lagi dengan jatuh
temponya hutang luar negeri. Dampak dari krisis ekonomi di Indonesia awal dari
keruntuhan Rezim Orba.
Runtuhnya Orba yang dimulai dengan krisis ekonomi yang
berkepanjangan di Indonesia. Dampak dari krisis ekonomi tersebut adalah naiknya
harga sembako. Sehingga terjadi pergolakan dimana-mana yang menuntut
diturunkannya harga sembako. Gerakan Mahasiswa yang selama ini vakum mulai
bangkit melawan Rezim otoriter Soeharto. Tuntutan Mahasiswa dan Rakyat yang
tadinya mengangkat isu-isu ekonomis meningkat menjadi isu-isu politis.
Pada tahun 1998 Gerakan Mahasiswa dan Rakyat berhasil
melengserkan Soeharto dari kursi kekuasaannya. Soeharto digantikan oleh Habibie
yang masih anak didiknya. Habibie hanya setahun berkuasa di Indonesia. GusDur
naik sebagai Presiden RI dan Mega sebagai wakilnya melalui Pemilu 1999 yang
katanya demokratis.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara
umum sistem feodal yang terjadi pada abad pertengahan, yang mana suatu sistem
dalam masyarakat saat itu terdapat dua kelas sosial yaitu kelas penguasa tuan
tanah dan kelas pekerja yakni para budak belian. Tulisa ini menjadi gambaran
yang menarik tentang kehidupan di zaman Feodal, hubungan dianatara tuan tanah
dengan hambanya sering bersifat eksploitasi yang ekstrim. Tapi pada dasarnya
masih terlihat suatu hubungan yang saling menguntungkan, masing-masing pihak
memberikan imbalan-imbalan yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan
dalam keadaan dimana organisasi dan stabilitas politik sudah tidak terorganisir
lagi.
Kemudian
feodalisme ini digeser oleh kapitalisme, yang berbeda dengan feodalisme karena
hubungan antara kelas pemilik tanah dan kelas pekerja dalam kapitalisme sangat jelas.
Feodalisme
tidak hanya berkembang di Eropa, bahkan praktek feodalisme di Cina berkembang
pada jauh abad sebelum masehi. Selain itu, di Indonesia sendiri feodalisme
pertama kali berkembang pada masa kerajaan Hindu, dengan pembagian kasta-kasta.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=679
http://www.hendria.com/2010/06/feodalisme.html
http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/24/feodalisme-di-asia
http://media .isnet.org/iptek/100/Shih.html
[1] http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=679
[2] http://www.hendria.com/2010/06/feodalisme.html
[4] http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=679
Tidak ada komentar:
Posting Komentar